LAMPUNG UTARA – Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti Solar oleh kendaraan niaga besar milik perusahaan seolah menjadi pemandangan biasa di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Lampung. Fenomena ini bertentangan dengan tujuan pemberian subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Pantauan Tim KWIP di salah satu SPBU di Lampung Utara, terlihat antrean panjang truk tronton yang mengisi Solar bersubsidi. Yang unik, seluruh truk tersebut memuat muatan singkong dalam jumlah besar.
Saat ditanya, seorang sopir mengaku membawa singkong dari lapak di daerah Lampung Utara untuk disetor ke pabrik tapioka. “Kami antar singkong dari sini ke pabrik Bumi Waras yang ada di kekah Lampung Tengah,” ujarnya, Jumat (15 September 2025).
Yang lebih mengejutkan, ketika ditanya tentang kepemilikan kendaraan, sang sopir dengan jelas menyatakan bahwa truk tronton tersebut adalah milik perusahaan. “Ini mobil BW, Mas,” katanya, yang diduga merupakan inisial dari nama perusahaan.
Melanggar Regulasi dan Menyimpang dari Maksud Subsidi
Praktik ini jelas bertentangan dengan regulasi dan tujuan dasar pemberian subsidi BBM oleh pemerintah. Subsidi BBM dialokasikan untuk meringankan beban hidup masyarakat tidak mampu dan untuk konsumsi transportasi publik, bukan untuk keperluan operasional logistik perusahaan.
Aturan utama yang dilanggar adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2022. Permen ini dengan tegas menyatakan bahwa BBM Jenis Tertentu (BBMJT) atau BBM bersubsidi hanya disalurkan untuk kepentingan masyarakat dengan tingkat kemampuan ekonomi terbatas yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Konsumen harus membeli dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang mengecualikan badan usaha atau perusahaan.
“Subsidi ini adalah uang rakyat. Setiap liter Solar bersubsidi yang diisikan ke truk tronton milik perusahaan berarti telah mengalihkan dana yang seharusnya untuk rakyat kecil ke kantong korporasi. Ini pemborosan anggaran negara dan inefisiensi,” ujar seorang pengamat energi yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sanksi yang Mengancam
Penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga dapat berujung pada sanksi hukum. Berdasarkan Permen ESDM, SPBU yang ketahuan melayani pengisian BBM bersubsidi untuk kendaraan yang tidak berhak dapat dikenai sanksi administratif mulai dari teguran tertulis, denda, hingga yang terberat adalah pemutusan pasokan BBM dari Pertamina.
Di sisi lain, perusahaan pengguna juga dapat terkena imbas. Selain sanksi administratif, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai penggelapan (Pasal 374 KUHP) jika melibatkan pemalsuan data. Bahkan, karena merugikan keuangan negara, praktik ini berpotensi dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.
Hingga berita ini diturunkan, wartawan sedang upaya untuk mencari kejelasan mendapatkan konfirmasi dari manajemen PT Bumi Waras Inti (BWI) – yang diduga merupakan “pabrik BW” yang dimaksud – belum berhasil. Pihak Pertamina Patra Niaga Regional Lampung juga belum dapat dikonfirmasi mengenai langkah pengawasan dan penindakan terhadap fenomena ini.
Masyarakat yang mengetahui penyimpangan serupa dapat melaporkannya melalui saluran pengaduan Pertamina di 135 atau melalui aplikasi Pertamina LiveChat.
(TIM KWIP)






































