Tubaba -Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Tiyuh (DPMT) Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba), Sofyan Nur mengatakan bahwa pemerintah daerah setempat sama sekali tidak mengetahui persoalan penggadaian tanah masyarakat Tiyuh Mekar Asri yang digadaikan oleh mantan Pj Kepalo, Dwi Suryanto.
Sofyan menegaskan bahwa Pemkab Tubaba tidak pernah memerintah Dwi untuk menggadaikan tanah tersebut.
Terkait biaya untuk pendefinitifan, Sofyan menjelaskan bahwa pemerintah tiyuh hanya memiliki tugas secara swadaya untuk penyelesaian batas dan pemetaa tiyuh saja.
Ia kembali menegaskan, bahwa selebihnya, setelah tiyuh persiapan terbentuk. Pemda bertanggungjawab atas biaya operasionalnya.
Seperti, penghasilan tetap (Siltap) aparatur tiyuh, Alat Tulis Kantor (ATK). Biaya operasional rapat.
Saat mendekati proses pendefinitifan. Ada poin-poin khusus yang di bantu pemda. Seperti pemetaan.
” Itu namanya belanja bantuan. Kami juga tidak pernah perintah menganggunkan tanah,” kata dia.
Sofyan juga mendukung masyarakat untuk mengulik lebih dalam. Tentang apa saja yang dipergunakan dana Rp150 juta yang didalihkan untuk pendefinitifan tiyuh.
” Itu harus jelas biaya apa. Batasannya apa untuk proses pendefinitifan tiyuh,” ucap Sofyan.
Hal senada diungkapkan Camat Tulangbawang Tengah (TBT), Achmad Nazaruddin, ia mengatakan pemerintah kecamatan tidak pernah memerintahkan Pj Kepalo saat itu untuk menggadaikan tanah.
” Hal ihwal terkait hal ini saya tidak mengetahuinya. Untuk peruntukannya silahkan konfirmasi ke yang bersangkutan dan tim,” singkatnya.
Terpisah. Salah seorang bendahara tiyuh yang baru saja didefinitifkan di Kecamatan Tulangbawang Udik (TBU) menyebut bahwa biaya pendefinitifan tiyuh tersebut tidak menelan biaya sebesar Rp150 juta.
Dan tidak sampai menghadapi tanah milik masyarakat tiyuh.
” Ya memang ada biaya tanda terimakasih untuk tim yang sudah jauh-jauh datang mengukur dan memetakan wilayah. Dan biaya operasional kami rapat diberbagai tempat. Akan tetapi, kami tidak menggadaikan tanah milik masyarakat tiyuh,” Pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, mantan Pj Kepalo Tiyuh (Desa) Mekar Asri, Kecamatan Tulangbawang Tengah, Dwi Suryanto menggadaikan tanah milik tiyuh seluas satu hektare seperempat sebesar Rp150 juta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan, penggadaian tanah milik negara itu sudah berlangsung sejak empat tahun yang lalu. Tepatnya pada tahun 2021.
Salah seorang warga setempat yang enggan namanya disebutkan mengeluh akan hal tersebut.
Menurutnya, aset milik tiyuh tersebut harus dipertanggungjawabkan. Apabila tergadai harus segera ditebus.
” Kami ini bingung lo, kok tanah tiyuh digadaikan. Kenapa tidak memberikan informasi terlebih dahulu kepada masyarakat,” Ucapnya.
Saat dikonfirmasikan wartawan, Pj Kepalo Tiyuh Mekar Asri saat ini Sugeng membenarkan hal tersebut.
Menurutnya, pengadaian tanah aset tiyuh itu dilakukan saat Dwi masih menjabat sebagai Pj kepalo tiyuh.
Dan penggadaian tanah tersebut tertuang dalam berita acara yang ditandatangani beberapa unsur masyarakat tiyuh setempat.
Adapun nama-nama orang bertandatangan yakni, Marjuki yang saat itu menjabat sebagai kasi pelayanan, Suyamto, Edi Gunawan, I Made Widiarto, Suyadi dan Beni Edi serta Dwi Suryanto sebagai penanggung jawab.
Tanah tersebut digadaikan kepada warga Kelurahan Mulya Asri bernama Edi Purwantono.
Anehnya, salah satu orang yang bertandatangan dalam berita acara tersebut, menyebutkan bahwa tanah yang digadaikan itu bukan milik tiyuh.
Akan tetapi tanah itu atas nama seluruh masyarakat Tiyuh Mekar Asri yang dikelola oleh Pemerintah Tiyuh setempat.
” Itu bukan tanah Tiyuh Mekar Asri, namun itu adalah tanah masyarakat tiyuh yang dikelola oleh pemerintah tiyuh,” kata Marjuki yang saat ini menjabat sebagai Kepala Suku di tiyuh tersebut.
Ia menyebutkan bahwa penggadaian tanah itu dilakukan untuk membiayai proses pendefinitifan Tiyuh Mekar Asri yang saat itu statusnya masih tiyuh persiapan.
Namun, terkait pemberitahuan terhadap warga, menurutnya penggadaian tanah itu diinisiasi oleh keenam warga yang bertandatangan dalam berita acara dan kepalo tiyuh saat itu.
” Ya gimana, kami bertujuh saja berbeda pendapat. Apa lagi ribuan masyarakat Tiyuh Mekar Asri. Jadi kami terpaksa ambil resiko,” kata Marjuki.
Menurutnya, biaya sebesar Rp150 juta itu diantaranya untuk biaya pengukuran tapal batas dan kegiatan lainnya.
Namun, ia tidak bisa menjelaskan berapa saja biaya yang dikeluarkan untuk melakukannya proses pendefinitifan tiyuh tersebut.
” Memang itu tidak di pungut biaya. Tapi sebagai bentuk terimakasih kami kepada tim yang melakukan pengukuran. Ya kami pada saat itu percaya saja kepada pak Dwi selaku Pj kepalo. Kan yang menerima uang pak Dw,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan mantan Pj Kepalo Tiyuh Mekar Asri, Dwi Suryanto ia juga tidak bisa menguraikan penggunaan apa saja yang menghabiskan uang sebanyak Rp150 juta itu.
Saat ditanya mengapa tanah tersebut tidak ditebus, Dwi mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki uang untuk melakukan penebusan.
” Kami belum punya uang untuk menebusnya,” Singkat Dwi.( Ist)